Kamis, 04 Maret 2010

terumbu karang dikala hujan

Musim Hujan Tiba, Bagaimana Nasib Terumbu Karang Kita?!

Pada bulan Januari-Februari setiap tahun merupakan bulan-bulan basah dengan curah hujan yang sangat tinggi. Debit air sungai meningkat tajam bahkan telah membawa material tanah yang sudah tidak mampu menahan kejenuhan air hingga banyak terjadi peristiwa longsor di beberapa tempat di tanah air yang memakan korban. Bencana banjir terjadi dimana-mana terutama di daerah pesisir. Tingginya material tanah yang terbawa oleh sungai hingga wilayah pesisir menyebabkan warna air laut di pantai menjadi coklat kemerahan. Keadaan ini sering terjadi di perairan yang memiliki ekosistem terumbu karang yang masih baik di Pantura Jawa Tengah seperti di Jepara dan Rembang. Pasokan air tawar akibat banjir tersebut berpotensi menurunkan salinitas perairan sehingga air menjadi payau (mencapai kurang dari 20 ‰) dan kandungan sedimen meningkat sehingga berakibat mengurangi kejernihan perairan. Kandungan sedimen perairan di Teluk Awur, Jepara pada satu dekade lalu dilaporkan mencapai 12,2 mg/l pada jarak sekitar 500 m dari garis pantai. Seiring dengan meningkatnya pembangunan utamanya dengan jalan membuka lahan baru dan mengkonversi lahan akan menambah beban perairan hulu di pesisir dan mempengaruhi kondisi terumbu karang.

Penurunan salinitas di bawah salinitas air laut normal (32-35 ‰) dan peningkatan kandungan sedimen/ kekeruhan mengakibatkan stress pada hewan karang. Awalnya, perubahan kualitas perairan tersebut akan menurunkan potensi reproduksi karang sehingga dapat mengurangi keanekaragaman jenis karang. Hanya jenis karang yang kuat dan tahan terhadap perubahan kualitas air tersebut masih ditemukan dan dominan, seperti karang masif dari famili Poritiidae dan Faviidae. Selanjutnya, pengaruh perubahan kualitas air ini dapat mengurangi persen tutupan karang sehingga luas terumbu karang di suatu lokasi dapat berkurang secara signifikan. Hal ini dapat ditunjukkan oleh penurunan keanekaragaman jenis karang di perairan P. Panjang, Jepara dan sudah jarang ditemukan terumbu karang yang sehat di Teluk Awur, Jepara.

Kejadian ini seharusnya menjadi perhatian kita bersama utamanya insan kelautan untuk turut serta mencegah pengurangan luas terumbu karang di Indonesia. Pembangunan wilayah pesisir seharusnya dilakukan secara komprehensif. Manajemen daerah hulu dan hilir seharusnya menjadi kesatuan yang utuh dan memerlukan perhatian melalui interdisipliner. Kajian serius yang melibatkan pakar-pakar di bidangnya merupakan suatu keharusan terutama menyangkut akibat kelestarian lingkungan laut yang merupakan akhir buangan dan tong sampah dari aktivitas manusia di wilayah hulu. Mengingat pentingnya peranan laut untuk kehidupan manusia baik sebagai penentu iklim dan sumber pangan masa depan. (Dr. Ir. Munasik, M.Sc)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar