Selasa, 09 Maret 2010

Apa maksudnya? Frasa di atas merupakan gabungan antara dua bidang yang dipelajari di Teknik Fisika, yaknik tomografi, yang berkaitan dengan pencitraan dengan memanfaatkan irisan (slice) dari suatu benda, serta akustik, yang berkenaan dengan fenomena gelombang suara. Istilah tomografi sudah sangat terkenal dalam dunia medis dan aplikasi seismik. Metode pemrosesannya berdasarkan pada definisi beberapa irisan dari objek di mana inverse problem dipecahkan. Integrasi dari solusi yang diperoleh di masing-masing irisan menyediakan citra yang diperlukan untuk aplikasi khusus.

Tomografi akustik secara sederhana dapat didefinisikan sebagai proses pencitraan tidak langsug (nondirect imaging) dengan memanfaatkan gelombang akustik sebagai iluminatornya. Dalam tulisan kali ini akan dibahas mengenai tomografi akustik lautan, salah satu teknik yang digunakan untuk melakukan pencitraan interior dari dasar laut. Teknik ini diperkenalkan oleh Munk dan Wunsch pada tahun 1979.

Mengapa digunakan gelombang akustik?
Untuk mendapatkan gambar dari laut seperti bentuk dari lantai laut, kita harus melakukan iluminasi atau iradiasi dengan radiasi yang tepat. Untuk mendapatlan radiasi tersebut kembali, absorpsi oleh lingkungan haruslah kecil. Dalam membandingkan absorpsi dari berbagai tipe radiasi oleh air laut sering digunakan istilah kedalaman penetrasi (penetration depth). Pada kedalaman referensi ini 9/10 dari energi iradiasi awal diserap dan hanya 1/10 yang tersisa untuk penetrasi yang lebih dalam. Pada dua kali kedalaman ini, 9/10 dari energi yang tersisa ini diserap dan begitu selanjutnya. Kedalaman penetrasi yang dalam berarti irradiasinya semakin baik.
Gambar 1. Kedalam penetrasi dari berbagai gelombang di dalam air lautte

Dari grafik di atas dapat kita lihat bahwa gelombang akustik dengan frekuensi 100 Hz merupakan iluminator yang memiliki kedalaman penetrasi paling baik dibandingkan dengan yang lainnya.

Dalam tomografi akustik lautan informasi terpenting yang diperlukan adalah struktur temperatur darilautan, terkadang berhubungan dengan struktur arus di tempat yang sama. Jenis informasi ini pada umumnya merupakan informasi yang diperlukan oleh oseanografer untuk menurunkan informasi yang diperlukan dalam proses oseanografik, atau sebagai input dari suatu model numerik untuk melakukan prediksi. Tomografi akustik lautan memanfaatkan fakta bahwa properti akustik yang dapat diukur seperti waktu tempuh, fasa atau bahkan medan suara berhubungan langsung dengan temperatur dan kecepatan arus dari lautan. Penurunan profil temperatur dan profil kecepatan arus laut merupakan tujuan utama dari tomografi akustik lautan. Prinsip tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2: Prinsip tomografi akustik lautan

Eksperimen tomografi akustik lautan melibatkan adalanya sumber suara dan stasiun penerima. Sebuah sumber sinyal mengirimkan suatu sinyal yang diketahui dan sebuah stasiun penerima mendefinsikan satu pasang tomografik. Dalam banyak kasus stasiun penerima terdiri dari satu hidrofon (mikrofon yang digunakan di dalam air) atau array vertikal dari beberapa hidrofon dan alat perekam sehingga menghasilkan suatu irisan vertikal di dalam air laut. Citra 3 dimensi dari lingkungan yang ditinjau dapat diperoleh dengan mengombinasikan beberapa irisan vertikal yang diukur di tempat berbeda.
Gambar 3: Salah satu teknik pengambilan data dalam tomgrafi akustik lautan

Forward Propagation Modelling
Suatu inverse problem umum didefinisikan dengan suatu hubungan antara pengukuran dan parameter yang ingin diperoleh. Karena pengukuran merupakan hal yang umum, hubungan yang sebenarnya didefiniskan berdasarkan data d yang diturunkan dari pengukuran, bergantung dari metode yang digunakan, serta parameter m yang ingin diperoleh (rekonstruksi) kembali. Hubungan antara keduanya mungkin saja sangat kompleks dan secara umum memiliki bentuk persamaan:
Cara inverse problem didefinisikan bergantung pada pemodelan dari forward problem yang bersangkutan. Titik awal dari forward acoustic propagation modelling berdasar pada persamaan Helmholtz untuk tekanan akustik yang dituliskan dalam bentuk:
dengan c merupakan kecepatan suara, w adalah kecepatan sudut dan ~x0 merupakan vektor posisi dari sumber. Masalah ini kemudian dilengkapi dengan memberlakukan kondisi batas yang sesuai. Ketika sumber yang digunakan memiliki pita frekuensi yang lebar, dapat digunakan transformasi Fourier (invers) dari domain frekuensi untuk merepresentasi medan akustik di dalam domain waktu.

Ray Inversion
Ide dasar untuk menyelesaikna inverse problem dari akustik tomografi lautan berdasarkan pada asumsi bahwa lingkungan referensi (keadaan lingkungan background) selalu diketahui dan lingkungan aktualnya berbeda dengan lingkungan referensi. Lingkungan background normalnya merupakan suatu nilai rata-rata sehingga dapat dituliskan:
Persamaan tersebut dapat dilinearisasikan terhadap keadaan lingkungan dan mengasumsikan bahwa tidak ada arus pada daerah eksperimen tomografi akustik, variasi waktu tempuh \delta \tau_n sepanjang sinar tertentu \Gamma_n didefinisikan untuk lingkungan referensi melalui rumus
Dengan analisis lebih lanjut dapat diformulasikan inverse problem-nya dalam bentuk persamaan:
Informasi lebih lanjut mengenai formulasi matematis dari inverse problem dalam tomografi akustik lautan dapat dilihat pada referensi [1]. Secara sederhana prinsip ray acoustics dalam tomografi akustik lautan dapat dijelaskan dalam gambar berikut:
Gambar 4. Prinsip ray acoustics

Berapa sifat akustik lautan yang harus diperhatikan
Perambatan suara di lautan pada dasarnya berbeda dengan suara di medium yang lain. Akibat adanya anomali air, suara dengan frekuensi yang rendah dapat merambat sepanjang lautan dengan absorpsi paling kecil di bandingkan dengan gelombang mekanikal yang lain.

Kecepatan rambat suara di laut bernilai sekitar 1500 m/s, atau sekitar 4.5 kali nilai kecepatan suara di atmosfer. Nilai ini lebih besar lagi pada beberapa tempat di dasar laut seperti batu granit, batu kapur, atau batuan yang ada di interior laut yang lain yakni sekitar 5000 m/s. Pada dasarnya kecepatan suara di sembarang fluida bergantung pada dua kuantitas fisik, yakni: densitas dan kompresibilitas. Densitas dan kompresibilitas pada umumnya akan menghasilan kecepatan suara yang lebih kecil. Terdapat beberapa karakterisktik lautan yang mempengaruhi kompresibilitas di antaranya tekanan statik (atau kedalaman), salinitas (kadar garam) dan temperatur.

Karakteristik akustik lain yang harus diperhatikan adalah noise akustik di lautan. Noise bersama dengan berkurangnya intensitas sinyal menentukan apakah citra yang dihasilkan dengan tomografi akustik lautan memiliki kualitas yang baik atau tidak. Oleh sebab itu sangat penting untuk membedakan antara sinyal akustik yang diinginkan dengan noise yang mungkin muncul. Biasanya agar dihasilkan kualitas yang baik, pengukuran yang dilakukan harus memiliki signal to noise ratio bernilai sekurang-kurangnya 10 dB. Beberapa sumbe noise yang di antaranya disebabkan oleh lalu lintas kapal. Noise ini biasanya mendominasi pada frekuensi sampai beberapa ratus Hz. Selain itu noise juga dapat dihasilkan oleh adanya hujan. Curahan hujan yang lebat dapat memberikan noise sampai beberapa kHz sampai ke daerah ultrasonik. Sumber noise yang lain adalah noise-noise yang disebabkan oleh angin. Noise jenis ini biasanya lebih kompleks mekanismenya.

Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengendalikan noise tersebut diantaranya adalah dengan menggunakan filter spatial yang biasanya sangat menentukan pencitraaan dengan resolusi tinggi. Dengan filter ini, acoustic receiver hanya menerima sinyal yang berasal dari arah tertentu saja dan menahan sinyal yang berasal dari arah yang lain. Dalam aplikasinya kita harus menggunakan sumber suara yang memiliki directivity yang sangat sempit. Jenis filter lain yang dapat digunakan adalah filter frekuensi yang hanya melewatkan sinyal dengan frekuensi tertentu saja. Dalam menggunakannnya tentu saja kita harus mengetahui dengan baik karakteristik noise yang ingin kita hambat.

Referensi
  1. Taroudakis, Michael I. 2002. “Ocean Acoustic Tomography” dalam Lecture Notes of the Tutorial Course For Young Acousticians from European Countries 23-24 June 2002, Gdansk, Poland.
  2. Chepurin, Yu. A. 2000. “Experiments on Underwater Acoustic Tomography” diterbitkan dalam Acoustical Physics, 2007, Vol. 53, No. 3, pp. 393–416. Pleiades Publishing, Ltd., 2007.
  3. Wille, Peter C. 2005. Sound Images of the Ocean in Research and Monitoring. Berlin: Springer-Verlag Heidelberg.
  4. Munk, Walter. Ocean Acoustic Tomography From a Stormy Start to an Uncertain Future.
  5. Dushaw, Brian D. dan John A. Colosi. 1998. Ray Tracing for Ocean Acoustic Tomography. Applied Physics Laboratory University of Washington.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar